DETAIL INFORMASI
Proses bio dan termal untuk ubah sampah jadi energi :: dipost pada 25 Januari 2016

Sampah selalu menjadi masalah di kota-kota besar, termasuk Jakarta. Republika menuliskan, Rabu (10/2/2016), menurut laporan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi jumlah sampah DKI Jakarta mencapai 6.500 ton/hari. Dengan jumlah penduduk hampir 9 juta jiwa, produksi sampah per kapita di DKI Jakarta mencapai 0,64 kg/hari.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat memimpin rapat terbatas Kabinet Kerja pada Jumat (5/2), memaparkan idenya untuk segera mewujudkan pemanfaatan sampah tersebut menjadi sumber tenaga listrik.

"Kita akan jadikan sampah sebagai sumber energi listrik. Kita harapkan ini nanti akan menambah pasokan listrik kita. Tapi yang paling penting lagi adalah sampah bisa hilang, bisa bersih dari kota dan menghasilkan energi," kata Presiden seperti dikutip Berita Satu.

Menanggapi instruksi Presiden Jokowi, BPPT pun merekomendasikan dua cara untuk memproses sampah menjadi energi.

Pertama adalah dengan proses bio menggunakan digester anaerobik --alat yang menghasilkan biogas-- atau memanen gas yang dihasilkan di Tempat Pembuangan Akhir atau landfill. Gas tersebut kemudian dimanfaatkan untuk menjadi sumber tenaga listrik.

Kedua, melalui proses termal yang terdiri dari tiga jenis pengelolaan, yaitu pembakaran (insenerasi), gasifikasi dan proses pyrolisis, untuk menghasilkan tenaga listrik.

Proses bio

Direktur Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, Rudi Nugroho, seperti dilansir Viva.co.id (10/2), menjelaskan pada proses digester anaerobik, tumpukan sampah dimasukkan dalam sebuah wadah besar sebagai 'perangsang' hingga menghasilkan biogas yang dibantu bakteri anaerobik, kemudian ditutup rapat.

Sementara pada proses landfill, tumpukan sampah ditaruh di dalam tanah yang sudah digali, lalu ditutup, dan kemudian dimasukkan pipa untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan.

Proses bio sudah diterapkan di beberapa TPA yaitu diantaranya TPA Bantar Gebang Bekasi, TPA Sukawentan Palembang, dan TPA Suwung Denpasar.

"Namun proses bio, lama, bisa dari 20 hingga 30 hari," ujar Rudi.

Oleh karena itulah BPPT juga menawarkan proses termal yang lebih efektif.

Tempat penimbunan limbah industri padat (landfill) dan pengolahan limbah cair di kawasan Cileungsi Bogor, 21 Maret 2003.

Tempat penimbunan limbah industri padat (landfill) dan pengolahan limbah cair di kawasan Cileungsi Bogor, 21 Maret 2003. © Budi Yanto /Tempo

Proses termal

Proses termal tergolong lebih efektif karena waktu prosesnya relatif lebih cepat. Secara umum, termal adalah proses memusnahkan sampah dengan metode pembakaran, sehingga dengan energi panas yang dihasilkan, bisa menjadi pembangkit listrik.

Seperti yang kami sebutkan di atas, proses secara termal ada tiga macam cara yaitu insenerasi, gasifikasi dan pyrolisis. Ketiga macam proses termal tersebut sama-sama menghasilkan residu berupa arang, namun lebih banyak pada gasifikasi dan pyrolisis yang mencapai 20 sampai 30 persen. Sementara insenerasi hanya menghasilkan residu 5 persen saja.

Untuk mendapatkan energi pembangkit listrik, gasifikasi membutuhkan oksigen saat proses pembakarannya dan suhu yang agak lebih tinggi dari pyrolisis. Hasilnya, gas atau disebut dengan syngas berubah menjadi metan, yang dipakai untuk energi pembangkit.

Berbeda dengan gasifikasi, proses pyrolisis tidak membutuhkan oksigen. Tapi hasilnya sama, ada gas, kemudian gas diembunkan, dan selanjutnya menjadi bahan bakar cair untuk energi pembangkit.

"Namun, gasifikasi dan pyrolisis untuk skala kecil," kata Rudi.

Untuk skala besar dan emisi yang sedikit, metode insenerasi menjadi jawaban. Metode dilaksanakan dengan menggunakan alat yang disebut incinerator.

Dalam metode ini, pembakaran sampah akan menghasilkan panas yang berfungsi memanaskan boiler yang berisi air. Akibatnya akan timbul uap, yang selanjutnya menggerakkan turbin. Kemudian turbin menggerakkan pembangkit listrik. Proses pembakarannya dibantu oleh energi fosil, seperti batu bara untuk mempercepat.

Memang metode insenerasi menghasilkan energi listrik, namun keluarannya relatif kecil hanya sekitar 30 kWh per ton sampah. Rudi menegaskan, menggunakan insenerasi utamanya bukan untuk pembangkit listrik, melainkan untuk mempercepat pemusnahan sampah. Karena teknologi insenerasi mampu membakar sampah seribu ton hanya dalam waktu satu hingga dua jam.

Alat pembakar sampah, Incinerator, di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) Serpong, Tangerang, Banten, 24 Maret 2010.

Alat pembakar sampah, Incinerator, di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) Serpong, Tangerang, Banten, 24 Maret 2010. © Jacky Rachmansyah /Tempo

Sisi negatif incinerator

Incinerator atau alat pembakar beresiko untuk melepaskan gas berbahaya bila pengunaannya tak benar. Gas yang dikeluarkan berupa furan, SOx, NOx, dan yang paling berbahaya, dioksin. Supaya gas berbahaya ini tak lolos, tungku harus mencapai suhu 1.000 derajat Celsius saat pembakaran berlangsung seperti yang kami kutip dari Tempo (10/2).

Karakter sampah rumah tangga Indonesia sulit untuk mencapai suhu ideal tersebut. Sebanyak 60-70 persen dari total sampah yang menumpuk di tempat penampungan bersifat organik atau basah. Sampah-sampah ini memiliki kadar kalor yang rendah, dan sulit terbakar.

Oleh karena itu, agar pembakaran menjadi efektif mesti ditambahkan bahan bakar, seperti batu bara atau solar.

Cara lainnya adalah dengan mengedukasi rumah tangga di Indonesia untuk selalu memisahkan sampah basah, kering, dan yang masih bisa didaur ulang agar incinerator bisa bekerja dengan efektif.

Satu lagi kekurangan incinerator adalah harganya yang mahal. Rudi Nugroho menyatakan sebuah incinerator berkapasitas 1.000 ton akan menghabiskan biaya pembuatan hingga Rp1,3 triiun. Biaya perawatan per tahunnya pun mencapai miliaran rupiah.

Sebelum menggunakan incinerator pemerintah juga harus menyiapkan aturan mengenai ambang batas emisi pembakaran sampah agar tidak sembarangan alat pembakar yang digunakan. Saat ini emisi yang diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru untuk incinerator rumah sakit atau limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

 

Sumber :

https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/proses-bio-dan-termal-untuk-ubah-sampah-jadi-energi


ancient-aliens-pyramid-hd-wallpaper.jpg
iklan gratis pasang iklan gratis iklan gratis indonesia
info lowongan kerja lowongan kerja lowongan kerja
xevil